Pages

Subscribe:

Rabu, 20 April 2016

Perkembangan Fisik Peserta Didik

MAKALAH
PERKEMBANGAN FISIK SOSIAL PESERTA DIDIK (SD/MI)
Disusun sebagai Pemenuhan Tugas Perkembangan Belajar Peserta Didik, dengan Dosen Pengampu 
Dra. Rahayu, M.Pd.

Oleh 

Kelompok 3 /Kelas B

1. Lailatul Musyarrafah (150210204074)
2. Eka Nur Pusparini (150210204079)
3. Yulia Maulida Hasanah (150210204096)
4. Kresna Bayu Pratama (150210204102)
5. Moh. Afrizal (150210204063) 









PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015






PEMBAHASAN

PERKEMBANGAN FISIK DAN SOSIAL PESERTA DIDIK SD

Apabila kita perhatikan anak-anak yang sedang berbaris di depan kelas, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan ukuran jasmani. Ada anak yang tinggi,pendek,kurus,dan gemuk dengan beraneka ragam bentuknya.
Nampaknya pada anak-anak tersebut secara fisik kurang segar sebagaimana seharusnya, hal ini disebabkan antara lain kelebihan berat badannya. Terdapat berbagai perilaku dilakukan oleh anak-anak waktu pulang sekolah, sebelum mereka sampai dirumah seperti mendapat kecelakaan karena terlalu banyak berlompatan, berlarian, dan sebagainya. Disamping itu setelah sampai dirumah banyak anak-anak yang bermain diluar rumah, namun banyak juga yang tinggal di dalam rumah dengan melihat TV, atau bermain-main di rumah sendirian dengan tenang dan tidak mengganggu orang lain.

A. PERTUMBUHAN FISIK SELAMA PERTENGAHAN MASA KANAK-KANAK
1. Tingkat Pertumbuhan
Pada anak usia 10 tahun baik laki-laki maupun perempuan, badannya bertambah berat kurang lebih 3,5 kg dan tingginya bertambah. Namun setelah remaja anak perempuan pada usia 12-13 tahun berkembang lebih cepat daripada anak laki-laki. Menurut Tanner,(1973 : 35) anak berusia 7 tahun tidak akan banyak berubah sampai berusia 9 tahun, hal ini dalam keadaan normal.
Tingkat pertumbuhan anak sangat berbeda antara ras,bangsa, dan tingkat sosial ekonominya. Menurut penelitian yang dilakukan di berbagai tempat di dunia terdapat rentangan sebesar 9 inci atau 22,5 cm di antara anak-anak dalam ukuran pendek, misalnya di Asia Tenggara, Oceania, dan Amerika selatan, sedangkan anak-anak dari Eropa Utara dan Tengah, Australia Timur, dan Amerika Serikat pertumbuhannya lebih tinggi (Meredith, 1969). Walaupun terdapat perbeda keturunan, pertumbuhan tersebut juga sangat dipengaruhi oleh lingkungan mereka. Anak-anak yang tumbuh paling tinggi biasanya dalam hidupnya tidak mengalami kekurangan gizi atau infeksi, penyakit yang merupakan masalah utama dalam kehidupan. Di samping itu juga karena perbedaan tempat tinggal biasanya anak-anak yang tinggal dirumah yang bagus akan lebih matang daripada anak-anak yang berasal dari keluarga kurang mampu serta lingkungan kurang baik dan tidak sehat.
2. Nutrisi dan Pertumbuhan
Pada usia pertengahan biasanya anak-anak mempunyai nafsu makan yang bagus.   Mereka banyak makan karena kegiatannya menuntut energi yang banyak, dan dalam usia ini berat badannya meningkat dua kali lipat. Untuk mendukung pertumbuhan spontan ini, anak-anak memerlukan 2.400 kalori setiap hari, 34 gram protein, dan rata-rata karbohidrat yang tinggi paling minimum harus tetap dipertahankan (E.R. Williams & Cakiendo, 1984).
Kekurangan  nutrisi dapat dapat mengakibatkan pertumbuhan yang lamban, karena nutrisi tersebut hanya mempertahankan hidup dan energi, sedangkan protein lebih untuk meningkatkan pertumbuhan. Apabila makanan tidak dapat mendukung kedua proses tersebut sepenuhnya maka pertumbuhannya menjadi tidak optimal.
Nutrisi juga mempunya impilikasi sosial. Anak tidak dapat bermain dan tetap tinggal diam karena tidak mendapatkan makanan yang cukup. Pengaruh kekurangan nutrisi tersebut juga dapat berlangsung lama sekali. Suatu studi yang memerlukan jangka waktu lama di Guatemala, di mana diteliti nutrisi yang merupakan maslah yang serius, ditemukan bahwa sejak kelahiran sampai usia 2 tahun dapat dijadikan petunjuk (predictor) yang sangat bagus bagi perilaku sosial pada usia kanak-kanak. Untuk 138 anak-anak usia 6-8 tahun yang diteliti, semuanya mendapatkan ekstra kalori dan vitamin akan tetapi hanya sebagian yang memperoleh protein. Anak-anak yang tidak memperoleh ekstra protein pada waktu mudanya (kanak-kanak) cenderung bersikap pasif, dan tergantung pada orang dewasa; sedangkan bagi anak-anak yang memperoleh nutrisi yang cukup mereka bersifat gembira dan lebih bersikap sosial dengan teman bermainnya (D.E. Barrety, Radke Yarrow, & Klein, 1982).
Lebih lanjut dikemukakan bahwakekurangan nutrisi dapat menimbulkan berbagai masalah dalam hubungan keluarga. Para peneliti menemukan bahwa bayi yang kekurangan nutris, mereka tidak memiliki energi untuk berhubungan atau merespon perhatian ibunya. Sebaliknya anak kecil (infant) menjadi kurang responsif dan kurang mengembangkan kemampuan antarpribadi, (B.M Lester, 1979). Demikian pula apabila seorang ibu kekurangan nutrisi kejadian tersebut makin buruk (Rosetti, Ferrira, 1978).
Dalam kaitan ini hubungan antar nutrisi dan perkembangan kognitif juga menjadi jelas. Anak-anak Afrika di Kenya, yang menderita kekurangan gizi mendapat skor yang paling rendah dalam tes kemampuan verbal dan juga tes metric yang meminta anak-anak memilih satu pola yang cocok dengan pola yang lain. (Sigman, Neuamann, Jansen, & Bwibo, 1989). Suatu program bagi anak-anak  suatu program bagi anak-anak yang orang tuanya berpenghasilan rendah pada kelas 3- kelas 6 mereka mendapat sarapan dari sekolah di Masachusetts dan dapat meningkatkan skor mereka dalam tes kemampuan (A.F. Meyers, Sampson, Weitzmen, Rogers, & Keyne, 1989).
3. Kesehatan dan Kebugaran Anak
Kesehatan anak
Perkembangan vaksin untuk berbagai penyakit kanak-kanak telah membuat kanak-kanak usia pertengahan selamat dalam hidupnya. Pemberian vaksinasi sangat baik bagi anak-anak usia ini daripada anak-anak yang lebih rendah usianya. Hal ini terbukti dengan adanya imunisasi di sekolah. Hal ini juga merupakan suatu alasan mengapa tingkat kematian anak-anak usia sekolah tersebut paling rendah sepanjang tahun.
B. BEBERAPA ASPEK KESEHATAN DAN KEBUGARAN MASA KANAK-KANAK
Terdapat beberapa aspek yang perlu mendapat perhatian bertalian dengan kesehatan dan kebugaran kanak-kanak, yaitu :
1. Obesity
Kegemukan pada anak-anak merupakan isu utama di Amerika Serikat sejak tahun 1970-an, terutama pada anak-anak usia 6-11 tahun. Dalam suatu studi terhadap anak berusia 6 tahun sebanyak 2600 anak kulit putih, dan anak-anak di bawah usia 12 tahun yang terdaftar pada rencana pertahanan kesehatan, kurang lebih 5,5% anak usia 8-10 tahun didiagnosa sebagai kegemukan (Gortmaker, Dietz, Sobol, & Wehler, 1987; Starfield et al., 1984). Menarik beberapa kesimpulan berdasarkan sebab-akibat. Sekalipun demikian terdapa suatu basis yang kuat dapat dipercaya bahwa kelebihan berat badan sering kali disebabkan oleh kurang berolahraga dan terlalu banyak makan. Menurut hasil penelitian anak yang diadopsi ternyata mempunyai korelasi posistif dengan dengan orang tua aslinya, namun tidak ada korelasi sama sekali dengan orang tua yang mengadopsi (A.J. Sunkard, Foch, & Hrubec, 1986). Di samping itu lingkungan juga berpengaruh besar terhadap kegemukan, biasanya justru terdapat pada masyarakat yang sosial ekonominya kurang, terutama bagi para wanitanya. Anak gemuk biasanya kurang aktif dibandingkan dengan anak lain yang kurang gemuk dan suka menonton TV (Dietz, & Gortmaker, 1985; Kolata, 1986).
Anak-anak gemuk biasanya tumbuh menjadi gemuk pada mulanya, namun mereka menjadi gemuk setelah dewasa (Kolata, 1986). Orang dewasa yang gemuk menghadapi berbagai risiko dan masalah kesehatan, misalnya tekanan darah, diabetes, dan jantung. Sekalipun demikian anak yang gemuk masih dapat dipelihara dengan baik, antara lain dengan cara makannya, olah raga secara teratur dengan melibatkan orang tuanya (L.H Eptain & Wing,1987). Sebaiknya orang tua jangan membiasakan member hadiah yang manis-manis terhadap anaknya yang berperilaku baik, sebaiknya menyediakan makanan kecil yang beraneka ragam dan berhenti membelikan makanan yang banyak mengandung kalori tinggi atau berlebihan. 

2. Kondisi Medis pada Masa Kanak-kanak
Pada umumnya anak sering mendapat sakit, namun penyakit tersebut berlangsung singkat. Selama studi 6 tahun disimpulkan pada umumnya anak-anak mendapat sakit yang akut dalam waktu singkat dengan berbagai kondisi medis, biasanya kena virus atau flu, dan hanya satu dari 9 anak yang menderita penyakit kronis seperti migraine (kepala pusing) atau penglihatan jarak dekat.
Terdapat 80% anak yang sering dirawat karena luka. Disamping itu juga banyak terdapat penyakit seperti sakit tenggorokan, radang tenggorokan, infeksi telinga, dan gangguan emosional yang sering kali menjadi bertambah pada waktu anak mendekati usia puber (Starfield, et all., 1984).
3. Penglihatan 
Pada anak usia sekolah, penglihatannya lebih tajam daripada waktu-waktu sebelumnya. Anak-anak yang berusia di bawah 6 tahun cenderung memiliki penglihatan jarak jauh, sebab mata mereka belum matang (matured) dan dibentuk secara berbeda daripada orang dewasa. Namun setelah usia tersebut, maka mereka bukan hanya lebih matang, tetapi juga dapat memfokuskan penglihatan lebih baik.
Sekalipun demikian penglihatan anak dari kalangan kurang mampu tidak dapat berkembang secara normal, 10% dari anak berusia 6 tahun mengalami kurang penglihatan, dan 7% mengalami gangguan pandangan jarak jauh; dan kondisi semacam ini meningkat menjadi 17% pada usia 11 taahun (U.S Department of Health Education, and Walfare, USDHEW, 1976).
4. Kesehatan Gigi
Pada anak usia 6 tahun mengalami tanggal giginya yang pertama kali, selanjutnya diganti dengan gigi tetap setiap tahunnya sebanyak empat gigi untuk tahun kelima berikutnya. Lebih kurang setengah dari anak usia 5-17 tahun di AS tidak memiliki gigi rusak (U.S Department of Health and Human Services USDHHS, 1981, 1988).  Perbaikan gigi tersebut dikarenakan penggunaan fluoride secara meluas yang berbentuk tablet dalam air yang diminum, pada pasta gigi, kumur, dan sebagainya yang dapat mencegah penyakit gigi pada anak-anak, dikarenakan mereka suka mengunyah makanan yang manis-manis, seperti gula-gula dan sebagainya.

5. Kebugaran Anak
Pada dewasa ini latihan fisik bagi anak-anak sangat baik jika dibandingkan dengan tahun 1960-an. Jantung dan paru-paru mereka bentuknya kurang baik dibandingkan dengan anak-anak  yang suka berolahraga daripada anak-anak usia pertengahan tahun. Mengapa anak-anak tersebut sangat jelek bentuk fisiknya ? Hal ini disebabkan mereka kurang aktif berolahraga, dan hana setengah dari kelas mereka yang mengikuti pendidikan jasmani disekolah dan hanya sebagian kecil yang suka berolahraga secara individual, misalnya berenang, lari, berjalan kaki, atau bersepeda, sedangkan sebagian besar menghabiskan waktunya untuk menonton TV di rumah. Hanya mereka yang aktif dalam perkumpulan olahraga secara kelompok atau tim yang memiliki bentuk tubuh yang baik dan sehat.
C. PERKEMBANGAN SOSIAL ANAK SD/MI
1. Perkembangan Sosial
Pengertian Perkembangan sosial Syamsul Yusuf (2007) menyatakan bahwa Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi: meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama. Kemampuan sosial anak berkembang dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orang-orang dilingkungannya. Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah dirasakan sejak usia enam bulan, disaat itu mereka telah mampu mengenal manusia lain, terutama ibu dan anggota keluarganya. Anak mulai mampu membedakan arti senyum dan perilaku sosial lain, seperti marah (tidak senang mendengar suara keras) dan kasih sayang.
Samsu Yusuf (Budiamin dkk, 2000:132)  menyatakan bahwa Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi ; meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama.
Pada awal manusia dilahirkan belum bersifat sosial, dalam artian belum memiliki kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan sosial anak diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orang-orang dilingkungannya.
Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah dirasakan sejak usia enam bulan, disaat itu mereka telah mampu mengenal manusia lain, terutama ibu dan anggota keluarganya. Anak mulai mampu membedakan arti senyum dan perilaku sosial lain, seperti marah (tidak senang mendengar suara keras) dan kasih sayang.Sueann Robinson Ambron (Budiamin dkk, 2000:132)  menyatakan bahwa  sosialisasi itu sebagai proses belajar yang membimbing anak ke arah perkembangan kepribadian sosial sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan efektif. Hubungan sosial mulai dari tingkat sederhana dan terbatas, yang didasari oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa dan bertambah umur, kebutuhan manusia menjadi kompleks dan dengan demikian tingkat hubungan sosial juga berkembang amat kompleks.
Dari kutipan diatas dapat dimengerti bahwa semakin bertambah usia anak maka semakin kompleks  perkembangan sosialnya, dalam arti mereka semakin membutuhkan orang lain. Tidak dipungkiri lagi bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak akan mampu hidup sendiri, mereka butuh interaksi dengan manusia lainnya, interaksi sosial merupakan kebutuhan kodrati yang dimiliki oleh manusia.
2. Perilaku Sosial Anak Usia Sekolah Dasar
Sebagai konsekuensi dari fase perkembangan, anak usia Sekolah Dasar memiliki karakteristik khusus dalam berperilaku yang direalisasikan dalam bentuk tindakan-tindakan tertentu. Samsu Yusuf (Budiamin dkk, 2006:133-134) mengidentifikasikan sebagai berikut:
a. Pembangkangan (negativisme)
Bentuk tingkah laku melawan. Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atau tuntutan orang tua atau lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak. Sikap orang tua terhadap anak seyogyanya tidak memandang  pertanda mereka anak yang nakal, keras kepala, tolol atau sebutan negatif lainnya, sebaiknya orang tua mau memahami sebagai proses perkembangan anak dari sikap “dependent” (ketergantungan) menuju kearah “independent” (bersikap mandiri).
b. Agresi (agression)
Yaitu perilaku menyerang balik secara fisik (nonverbal) maupun kata-kata (verbal). Agresi merupakan salah bentuk reaksi terhadap rasa frustasi (rasa kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhan atau keinginannya). Biasanya bentuk ini diwujudkan dengan menyerang seperti ; mencubit, menggigit, menendang dan lain sebagainya.
Sebaiknya orang tua berusaha mereduksi, mengurangi agresifitas anak dengan cara mengalihkan perhatian atau keinginan anak. Jika orang tua menghukum anak yang agresif maka egretifitas anak akan semakin memingkat.
c. Berselisih/bertengkar (quarreling)
Sikap ini terjadi jika anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap atau perilaku anak lain, sepert diganggu pada saat mengerjakan sesuatu atau direbut mainannya.
d. Menggoda (teasing)
Menggoda merupakan bentuk lain dari sikap agresif, menggoda merupakan serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal (kata-kata ejekan atau cemoohan) yang menimbulkan marah pada orang yang digodanya.
e. Persaingan (Rivaly)
Yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong oleh orang lain. Sikap persaingan mulai terlihat pada usia 4 tahun, yaitu persaingan untukprestice  (merasa ingin menjadi lebih dari orang lain) dan pada usia 6 tahun, semangat bersaing ini berkembang dengan baik.
f.  Kerja sama (cooperation)
Yaitu sikap mau bekerja sama dengan orang lain. Anak yang berusia dua atau tiga tahun belum berkembang sikap bekerja samanya, mereka masih kuat sikap “self-centered”-nya. Mulai usia tiga tahun akhir atau empat tahun, anak sudah mulai menampakan sikap kerja samanya. Pada usia enam atau tujuh tahun sikap ini berkembang dengan baik.
g. Tingkah laku berkuasa (ascendant behavior)
Yaitu tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi atau bersikap “business”. Wujud dari sikap ini adalah ; memaksa, meminta, menyuruh, mengancam dan sebagainya.
h. Mementingkan diri sendiri (selffishness)
Yaitu sikap egosentris dalam memenuhi interest atau keinginannya. Anak ingin selalu dipenuhi keinginannya dan apabila ditolak, maka dia protes dengan menangis, menjerit atau marah-marah.
i. Simpati (Sympathy)
Yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian terhadap orang lain mau mendekati atau bekerjasama dengan dirinya.

D. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial Anak
Menurut Sunarto dan Hartono (2006:130-132) mengatakan bahwa perkembangan sosial manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap beberapa aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Di dalam keluarga berlaku norma-norma kehidupan keluarga, dan dengan demikian pada dasarnya keluarga merekayasa perilaku kehidupan budaya anak.
Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga. Pola pergaulan dan bagaimana norma dalam menempatkan diri terhadap lingkungan yang lebih luas ditetapkan danm diarahkan oleh keluarga.
2. Kematangan
Bersosialisasi memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk manpu mempertimbangkan dalam proses sosial, memberi dan menerima pendapat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosional. Di samping itu, kemampuan berbahasa ikut pula menentukan.
Dengan demikian, untuk mampu bersosialisasi dengan baik diperlukan kematangan fisik sehingga setiap orang fisiknya telah mampu menjalankan fungsinya dengan baik.
3. Status Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan sosial keluarga dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat akan memandang anak, bukan sebagai anak yang independen, akan tetapi akan dipandang dalam konteksnya yang utuh dalam keluarga anak itu. “ia anak siapa”. Secara tidak langsung dalam pergaulan sosial anak, masyarakat dan kelompoknya dan memperhitungkan norma yang berlaku di dalam keluarganya.
Dari pihak anak itu sendiri, perilakunya akan banyak memperhatikan kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya. Sehubungan dengan itu, dalam kehidupan sosial anak akan senantiasa “menjaga” status sosial dan ekonomi keluarganya. Dalam hal tertentu, maksud “menjaga status sosial keluarganya” itu mengakibatkan menempatkan dirinya dalam pergaulan sosial yang tidak tepat. Hal ini dapat berakibat lebih jauh, yaitu anak menjadi “terisolasi” dari kelompoknya. Akibat lain mereka akan membentuk kelompok elit dengan normanya sendiri.
4. Pendidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif, akan memberikan warna kehidupan sosial anak di dalam masyarakat dan kehidupan mereka di masa yang akan datang. Pendidikan dalam arti luas harus diartikan bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh kehidupan keluarga, masyarakat, dan kelembagaan. Penanaman norma perilaku yang benar secara sengaja diberikan kepada peserta didik yang belajar di kelembagaan pendidikan (sekolah).
Peserta didik bukan saja dikenalkan kepada norma-norma lingkungan dekat, tetapi dikenalkan kepada norma kehidupan bangsa (nasional) dan norma kehidupan antarbangsa. Etik pergaulan membentuk perilaku kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
5. Kapasitas Mental, Emosi, dan Intelegensi
Kemampuan berpikir banyak mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Anak yang berkemampuan intelektual tinggi akan berkemampuan berbahasa secara baik. Oleh karena itu kemampuan intelektual tinggi, kemampuan berbahasa baik, dan pengendalian emosional secara seimbang sangat menentukan keberhasilan dalam perkembangan sosial  anak.
Sikap saling pengertian dan kemampuan memahami orang lain merupakan modal utama dalam kehidupan sosial dan hal ini akan dengan mudah dicapai oleh remaja yang berkemampuan intelektual tinggi.
Pada kasus tertentu seorang jenius atau superior sukar untuk bergaul dengan kelompok sebaya, karena pemahaman mereka telah setingkat dengan kelompok umur yang lebih tinggi. Sebaliknya kelompok umur yang lebih tinggi (dewasa) tepat “menganggap” dan “memperlakukan” mereka sebagai anak-anak.
Selain kelima faktor yang telah disebutkan ada pula faktor lingkungan luar keluarga. Pengalaman sosial awal diluar rumah melengkapi pengalaman didalam rumah dan merupakan penentu yang penting bagi sikap sosial dan pola perilaku anak. Sedangkan menurut Elizabeth B. Hurlock (1978) menambahkan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial anak, yaitu faktor pengalaman awal yang diterima anak. Pengalaman social awal sangat menentukan perilaku kepribadian selanjutnya.
Sekolah juga mempunyai pengaruh yang sangat penting bagi perkembangan sikap sosial anak, karena selama masa pertengahan dan akhir anak-anak, Anak-anak menghabiskan waktu bertahun-tahun di sekolah sebagai anggota suatu masyarakat kecil yang harus mengerjakan sejumlah tugas dan mengikuti sejumlah aturan yang menegaskan dan membatasi perilaku, perasaan dan sikap mereka
Di sekolah, guru membimbing perkembangan kemampuan sikap, dan hubungan sosial yang wajar pada peserta didiknya. Hubungan sosial yang sehat dalam sekolah dan kelas seyogyanya diprogram, dikreasikan, dan dipelihara bersama-sama dalam belajar, bermain dan berkompetisi sehat. Sekolah mengupayakan layanan bimbingan kepada peserta didik. Bimbingan selain untuk belajar adalah untuk penyesuaian diri ke dalam lingkungan atau juga penyerasian terhadap lingkungannya. Kepada siswa diajarkan tentang disiplin dan aturan melalui keteraturan atau conformity yang disiratkan dalam tiap pelajaran.
E. Pengaruh Perkembangan Sosial Terhadap Tingkah Laku
Dalam perkembangan sosial anak, mereka dapat memikirkan dirinya dan orang lain. Pemikiran itu terwujud dalam refleksi diri, yang sering mengarah kepenilaian diri dan kritik dari hasil pergaulannya dengan orang lain. Hasil pemikiran dirinya tidak akan diketahui oleh orang lain, bahkan sering ada yang menyembunyikannya atau  merahasiakannya.
Pikiran anak sering dipengaruhi oleh ide-ide dari teori-teori yang menyebabkan sikap kritis terhadap situasi dan orang lain, termasuk kepada orang tuanya. Kemampuan abstraksi anak sering menimbulkan kemampuan mempersalahkan kenyataan dan peristiwa-peristiwa dengan keadaan bagaimana yang semestinya menurut alam  pikirannya.
Disamping itu pengaruh egoisentris sering terlihat, diantaranya berupa:
1. Cita-cita dan idealism yang baik, terlalu menitik beratkan pikiran sendiri, tanpa memikirkan akibat labih jauh dan tanpa memperhitungkan kesulitan praktis yang mungkin menyebabkan tidak berhasilnya menyelesaikan persoalan.
2. Kemampuan berfikir dengan pendapat sendiri, belum disertai pendapat orang lain daalm penilaiannya.
Melalui banyak pengalaman dan penghayatan  kenyataan serta dalam menghadapi pendapat orang lain, maka sikap ego semakin berkurang dan diakhir masa remaja sudah sangat kecil rasa egonya sehingga mereka dapat bergaul dengan baik(Sunarto dan Hartono, 2006:133-135).




0 komentar:

Posting Komentar